Minggu, 03 Maret 2013


TEORI BERMAIN
MENURUT PAKAR

Tiap teori yang dirumuskan kebanyakan menyinarkan semangat dan menggambarkan kekuasaan pada saat teori permainan itu dirumuskan. Adapun teori tersebut merupakan pendapat para pakar Psikologi dan biologi. Ada pula yang yang mengatagorikan teori-teori ini dalam kelompok teori klasik, sebab teori ini kebanyakan diutarakan  sebelum abad ke-20. Bigot, Kohnstamm dan Palland (1950: 272-275), dan Rob dengan Leertouwer (1990:17-19) mengutarakan beberapa pendapat para pakar tentang bermain sebagai berikut:
1.      Teori Rekreasi Atau Teori Pelepasan
Diutarakan oleh Schaller dan Lazarus seorang berkebangsaan Jerman, menerangkan bahwa permainan itu merupakan kegiatan manusia yang berlawanan dengan kerja tetapi permainan itu merupakan imbangan antara kerja dengan istirahat. Permainan merupakan kesibukan untuk menenangkan pikiran atau beristirahat. Jika energi sudah digunakan untuk melakukan pekerjaan, anak-anak menjadi lebih & kurang bersemangat, anak bermain agar tenaganya pulih kembali. Misalnya karena payah belajar maka anak-anak harus beristirahat untuk bermain-main. Orang yang merasa penat, ia akan bermain untuk mengadakan pelepasan agar dapat mengembalikan kesegaran jasmani maupun rohani.

2.      Teori Surplus Atau Teori Kelebihan Tenaga
Teori ini berasal dari Herbert Spencer ahli piker bangsa Inggris, yang menyatakan bahwa dalam diri anak terdapat kelebihan tenaga. Sewajarnya ia harus mempergunakan tenaga itu melalui kegiatan bermain. Anak mengosongkan tenaga yang berlebih didalam dirinya, yaitu tenaga yang sudah tidak digunakan lagi. Anak-anak kelebihan tenaga karena mereka tidak mempergunakan tenaganya seperti halnya orang dewasa membutuhkan banyak tenaga melakukan tugas-tugasnya. Kelebihan tenaga harus dipergunakan, paling tidak untuk bermain-main dengan demikian dapat tercapai keseimbangan didalam dirinya. Anak bermain seperti melompat, memanjat, berlari dan lain-lain merupakan manifestasi dari energi yang ada dari dalam diri anak .

3.      Teori Teleologi
Karl Groos (bangsan Jerman) yang menyatakan bahwa permainan mempunyai tugas biologik, yang mempelajari fungsi hidup sebagai persiapan untuk hidup yang akan datang. Dasar teori groos adalah prinsip seleksi alamiah yang dikemukakan oleh charles Darwin. Bayi  yang baru lahir dan juga binatang mewarisi instink yang tidak sempurna dan instink penting guna mempertahankan hidup. Tujuan bermain adalah sebagai sarana latihan dan mengelaborasi keterampilan yang diperlukan saat dewasa nanti.

4.      Teori Sublimasi
Teori ini diutarakan oleh seorang bangsa Swiss yang bernama Ed Claparede, mengutarakan bahwa permainan bukan hanya mempelajari fungsi hidup (teori Groos) tetapi juga merupakan proses sublimasi (menjadi lebih mulia, tinggi/indah) ialah dengan bermain instink rendah akan menjadi tingkat perbuatan yang tinggi.
5.      Teori Buhler
Teori Buhler diutarakan oleh arl Buhler bangsa Jerman, menyatakan bahwa permainan itu kecuali mempelajari fungsi hidup, juga merupakan “funktion lust” (nafsu berfungsi), dan aktivitats drang (kemauan untuk aktif). Selanjutnya ia mengatakan bahwa kegiatan seperti berlari, berjalan dan melompot mempunyai kegunaan bagi kehidupan kelak, disamping itu anak haruslah memiliki kemauan untuk berjalan, berlari dan melompat.

6.      Teori Reinkarnasi
Maksud teori ini ialah bahwa anak-anak  selalu bermain dengan permainan yang dilakukan oleh nenek moyangnya. Jadi anak selalu bermain permainan  yang telah dilakukan orang-orang terdahulu. Menurut Hall Kegiatan bermain pada anak  menunjukan pengalaman nenek moyang ras tertentu (pengulangsn perkembangan ras. Sebagai contoh anak yang suka bermain dengan air maka diduga bahwa nenek moyang orang tersebut adalah ikan, anak yang suka memanjat diduga nenek moyangnya adalah monyet. Teori bermain hall sangat dipengaruhi teori evolusi darwin yang pada saat itu memberikan pembaharuan baru dalam ilmu pengetahuan.

Bermain merupakan alat untuk bersosialisasi. Dengan bermain bersama anak lain, anak akan mengembangkan kemampuan memahami perasaan, ide dan kebutuhan orang lain yang merupakan dasar dari kemampuan sosial. Piaget juga mengungkapkan bahwa bermain sendiri (soliter) sampai bermain kooferatif yang menunjukan adanya perkembangan sosial anak.

Seorang tokoh filsafat, Karl Groos mengatakan bahwa anak bermain untuk mempertahankan hidupnya. Awalnya kegiatan bermain tidak memiliki tujuan namun kemudian memiliki tujuan dan sangat berguna untuk memperoleh dan melatih keterampilan tertentu dan sangat penting fungsinya bagi mereka pada saat dewasa kelak. Contoh: bayi yang menggerak-gerakan tangan , jari, kaki dan berceloteh merupakan kegiatan bermain yang bertujuan untuk mengembangkan fungsi motorik dan bahasa agar dapat digunakan dimasa yang akan datang.

Sigmund Freud berdasarkan teori Psichoanalytic mengatakan bahwa bermain berfungsi untuk mengekspresikan dorongan implusif sebagai cara untuk mengurangi kecemasan yang berlebihan pada anak. Bentuk kegiatan bermain yang ditunjukan berupa bermain fantasi,  dan imajinasi dalam sosio drama atau pada saat bermain sendiri . melalui bermain dan berfantasi anak dapat mengemukakan harapan-harapan danm  komplik serta pengalaman yang tidak dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata. Contoh: anak main perang-perangan untuk mengekspresikan dirinya, anak yang meninju boneka dan berpura-pura bertarung untuk menunjukan kekesalannya.

Teori kognitif Piaget, mengungkapkan bahwa bermain mampu mengaktifkan otak anak, mengintegrasikan fungsi belahan otak secara seimbang dan membentuk struktur syaraf, serta mengembangkan pilar-pilar syaraf pemahaman yang berguna untuk masa depan. Otak yang aktif adalah kondisi yang sangat baik untuk menerima pelajaran.

Berdasarkan kajian tersebut maka bermain sangat penting bagi anak-anak karena melalui bermain dapat mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar