Tiap teori yang
dirumuskan kebanyakan menyinarkan semangat dan menggambarkan kekuasaan pada
saat teori permainan itu dirumuskan. Adapun teori tersebut merupakan pendapat
para pakar Psikologi dan biologi. Ada pula yang yang mengatagorikan teori-teori
ini dalam kelompok teori klasik, sebab teori ini kebanyakan diutarakan sebelum abad ke-20. Bigot, Kohnstamm dan
Palland (1950: 272-275), dan Rob dengan Leertouwer (1990:17-19) mengutarakan
beberapa pendapat para pakar tentang bermain sebagai berikut:
1. Teori
Rekreasi Atau Teori Pelepasan
Diutarakan
oleh Schaller dan Lazarus seorang
berkebangsaan Jerman, menerangkan bahwa permainan itu merupakan kegiatan
manusia yang berlawanan dengan kerja tetapi permainan itu merupakan imbangan
antara kerja dengan istirahat. Permainan merupakan kesibukan untuk menenangkan
pikiran atau beristirahat. Jika energi sudah digunakan untuk melakukan
pekerjaan, anak-anak menjadi lebih & kurang bersemangat, anak bermain agar
tenaganya pulih kembali. Misalnya karena payah belajar maka anak-anak harus
beristirahat untuk bermain-main. Orang yang merasa penat, ia akan bermain untuk
mengadakan pelepasan agar dapat mengembalikan kesegaran jasmani maupun rohani.
2. Teori
Surplus Atau Teori Kelebihan Tenaga
Teori ini berasal dari
Herbert Spencer ahli piker bangsa Inggris, yang menyatakan bahwa dalam diri
anak terdapat kelebihan tenaga. Sewajarnya ia harus mempergunakan tenaga itu
melalui kegiatan bermain. Anak mengosongkan tenaga yang berlebih didalam
dirinya, yaitu tenaga yang sudah tidak digunakan lagi. Anak-anak kelebihan
tenaga karena mereka tidak mempergunakan tenaganya seperti halnya orang dewasa
membutuhkan banyak tenaga melakukan tugas-tugasnya. Kelebihan tenaga harus dipergunakan,
paling tidak untuk bermain-main dengan demikian dapat tercapai keseimbangan
didalam dirinya. Anak bermain seperti melompat, memanjat, berlari dan lain-lain
merupakan manifestasi dari energi yang ada dari dalam diri anak .
3. Teori
Teleologi
Karl Groos (bangsan Jerman) yang menyatakan bahwa permainan
mempunyai tugas biologik, yang mempelajari fungsi hidup sebagai persiapan untuk
hidup yang akan datang. Dasar teori groos adalah prinsip seleksi alamiah yang
dikemukakan oleh charles Darwin.
Bayi yang baru lahir dan juga binatang
mewarisi instink yang tidak sempurna dan instink penting guna mempertahankan
hidup. Tujuan bermain adalah sebagai sarana latihan dan mengelaborasi
keterampilan yang diperlukan saat dewasa nanti.
4. Teori
Sublimasi
Teori ini diutarakan
oleh seorang bangsa Swiss yang bernama Ed Claparede, mengutarakan bahwa
permainan bukan hanya mempelajari fungsi hidup (teori Groos) tetapi juga
merupakan proses sublimasi (menjadi
lebih mulia, tinggi/indah) ialah dengan bermain instink rendah akan
menjadi tingkat perbuatan yang tinggi.
5. Teori
Buhler
Teori Buhler diutarakan oleh arl Buhler bangsa
Jerman, menyatakan bahwa permainan itu kecuali mempelajari fungsi hidup, juga
merupakan “funktion lust” (nafsu
berfungsi), dan aktivitats drang
(kemauan untuk aktif). Selanjutnya ia mengatakan bahwa kegiatan seperti berlari,
berjalan dan melompot mempunyai kegunaan bagi kehidupan kelak, disamping itu
anak haruslah memiliki kemauan untuk berjalan, berlari dan melompat.
6. Teori
Reinkarnasi
Maksud
teori ini ialah bahwa anak-anak selalu
bermain dengan permainan yang dilakukan oleh nenek moyangnya. Jadi anak selalu
bermain permainan yang telah dilakukan
orang-orang terdahulu. Menurut Hall Kegiatan bermain pada anak menunjukan pengalaman nenek moyang ras
tertentu (pengulangsn perkembangan ras. Sebagai contoh anak yang suka bermain
dengan air maka diduga bahwa nenek moyang orang tersebut adalah ikan, anak yang
suka memanjat diduga nenek moyangnya adalah monyet. Teori bermain hall sangat
dipengaruhi teori evolusi darwin yang pada saat itu memberikan pembaharuan baru
dalam ilmu pengetahuan.
Bermain
merupakan alat untuk bersosialisasi. Dengan bermain bersama anak lain, anak
akan mengembangkan kemampuan memahami perasaan, ide dan kebutuhan orang lain
yang merupakan dasar dari kemampuan sosial. Piaget juga mengungkapkan bahwa
bermain sendiri (soliter) sampai bermain kooferatif yang menunjukan adanya
perkembangan sosial anak.
Seorang
tokoh filsafat, Karl Groos mengatakan bahwa anak bermain untuk mempertahankan
hidupnya. Awalnya kegiatan bermain tidak memiliki tujuan namun kemudian memiliki
tujuan dan sangat berguna untuk memperoleh dan melatih keterampilan tertentu
dan sangat penting fungsinya bagi mereka pada saat dewasa kelak. Contoh: bayi
yang menggerak-gerakan tangan , jari, kaki dan berceloteh merupakan kegiatan
bermain yang bertujuan untuk mengembangkan fungsi motorik dan bahasa agar dapat
digunakan dimasa yang akan datang.
Sigmund
Freud berdasarkan teori Psichoanalytic mengatakan bahwa bermain berfungsi untuk
mengekspresikan dorongan implusif sebagai cara untuk mengurangi kecemasan yang
berlebihan pada anak. Bentuk kegiatan bermain yang ditunjukan berupa bermain
fantasi, dan imajinasi dalam sosio drama
atau pada saat bermain sendiri . melalui bermain dan berfantasi anak dapat
mengemukakan harapan-harapan danm
komplik serta pengalaman yang tidak dapat diwujudkan dalam kehidupan
nyata. Contoh: anak main perang-perangan untuk mengekspresikan dirinya, anak
yang meninju boneka dan berpura-pura bertarung untuk menunjukan kekesalannya.
Teori
kognitif Piaget, mengungkapkan bahwa bermain mampu mengaktifkan otak anak,
mengintegrasikan fungsi belahan otak secara seimbang dan membentuk struktur
syaraf, serta mengembangkan pilar-pilar syaraf pemahaman yang berguna untuk
masa depan. Otak yang aktif adalah kondisi yang sangat baik untuk menerima
pelajaran.
Berdasarkan
kajian tersebut maka bermain sangat penting bagi anak-anak karena melalui
bermain dapat mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar