Pendidikan anak usia
dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
agar membantu perkembangan, pertumbuhan baik jasmani maupun rohani sehingga
anak memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan yang lebih lanjut.
Yamin
dan Sabri (2010:1) mengemukakan bahwa,
Pendidikan
anak usia dini merupakan pendidikan yang
paling mendasar dan menempati kedudukan sebagai Golden Age dan sangat strategis dalam pengembangan sumber daya
manusia. Rentang anak usia dini dari lahir sampai usia 6 tahun adalah usia
kritis sekaligus strategi dalam proses hasil pendidikan seseorang selanjutnya
artinya pada periode ini merupakan periode kondusif untuk menumbuh kembangkan
berbagai kemampuan, kecerdasan, bakat, kemampuan fisik, kognitif, bahasa,
sosio-emosional dan spiritual.
Pendidikan Anak Usia Dini, pada hakekatnya adalah
pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan memfasilitasi pertumbuhan dan
perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh
aspek kepribadian anak. Hal ini sesuai dengan hakikat Pendidikan Anak Usia Dini
yang dikemukakan dalam kurikulum berbasis kompetensi (Laboratorium, 2009:4),
Pendidikan
bagi anak usia dini adalah upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh, dan
pemberian kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan keterampilan
pada anak. Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk
penyelenggaraan pendidikan yang menitik beratkan pada peletakan dasar ke arah
pertumbuhan dan perkembangan baik koordinasi motorik, kecerdasan emosi,
kecerdasan jamak, dan kecerdasan spiritual. Sesuai dengan keunikan dan
pertumbuhan anak usia dini, maka penyelenggaraan Pendidikan bagi Anak Usia Dini
disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh Anak Usia Dini.
Pada
dasarnya setiap individu berbeda satu dengan yang lainnya, setiap individu akan
mempertahankan hidup dan mengembangkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan dengan cara yang berbeda pula. Hal ini senada dengan teori yang dikemukakan
oleh Howard Gardner Pada tahun 1983,
teori yang disebut dengan Multiple
intelegences dalam bukunya Frames of
Mind. Multiple intelegences disebut juga kecerdasan jamak yaitu sebuah
penilaian yang melihat secara deskriptif bagaimana individu menggunakan
kecerdasannya untuk memecahkan masalah
dan menghasilkan sesuatu.
Kecerdasan
majemuk yang harus dikembangkan menurut Gardner (Yuliani, NS., dkk,
2008:6.12-6.27) yaitu,
1.
Kecerdasan
Linguistik (Word Smart)
Kecerdasan dalam mengolah kata, atau
kemampuan menggunakan kata secara efektif baik secara lisan maupun tertulis.
Kiat untuk mengembangkan kecerdasan linguistik pada anak usia dini, antara lain
dapat dilakukan dengan cara mengajak anak berbicara, membacakan cerita, bermain
huruf, merangkai cerita, berdiskusi, bermain peran, dan mendengarkan lagu
anak-anak.
2.
Kecerdasan
logika matematika (Logic Smart)
Kecerdasan dalam hal angka dan logika
atau akal sehat. Kecerdasan logika matematika pada dasarnya melibatkan
kemampuan-kemampuan menganalisis masalah secara logis, menemukan atau
menciptakan rumus-rumus. Materi program dalam kurikulum yang dapat
mengembangkan kecerdasan logika matematika adalah bilangan, beberapa pola,
perhitungan, pengukuran, geometri, statistik, peluang, pemecahan masalah,
logika, permainan strategi dan atau petunjuk grafik. Cara mengembangkan kecerdasan
logika matematika pada anak yakni menyelesaikan puzzle, mengenalkan bentuk
geometri, mengenalkan bilangan melalui sajak berirama dan lagu, eksplorasi
pikiran melalui diskusi, pengenalan pola, eksperimen di alam.
3.
Kecerdasan fisik
(Body Smart)
Suatu kecerdasan dimana saat
menggunakannya kita mampu melakukan gerakan-gerakan yang bagus, berlari,
menari, membangun sesuatu, semua seni dan hasta karya. Kegiatan yang dapat
dilakukan untuk menstimulasi kecerdasan fisik pada anak yaitu menari, bermain
peran, drama, latihan fisik, pantomim, berbagai olah raga.
4.
Kecerdasan
visual spasial (Picture Smart)
Berhubungan erat dengan kemampuan untuk
memvisualisasikan gambar di dalam pikiran seseorang, anak berpikir dalam bentuk
visualisasi dan gambar untuk menemukan suatu jawaban. Cara mengembangkan
kecerdasan visual spasial pada anak yaitu dengan menggambar dan melukis,
mencorat-coret, membayangkan suatu konsep, membuat prakarya, mengunjungi
berbagai tempat, melakukan permainan konstruktif dan kreatif, mengatur dan
merancang.
5.
Kecerdasan intrapersonal
(Self Smart)
Kemampuan untuk berpikir secara
reflektif, yaitu mengacu kepada kesadaran reflektif mengenai perasaan dan
proses pemikiran diri sendiri. Cara mengembangkan kecerdasan intrapersonal anak
adalah menciptakan citra diri positif, menciptakan suasana sekolah yang
mendukung, menuangkan isi hati dalam jurnal pribadi, bercakap-cakap
memperbincangkan kelemahan, kelebihan dan minat, memberikan kesempatan
menggambar diri sendiri dari sudut pandang anak, mengajak berimajinasi.
6.
Kecerdasan
interpersonal (People Smart)
Kemampuan berpikir lewat berkomunikasi
dengan orang lain, mencakup kecerdasan memimpin, mengorganisasi, berinteraksi,
berbagi, menyayangi, berbicara, sosialisasi, menjadi pendamai, permainan
kelompok, klub, teman-teman, kerja sama. Cara mengembangkan kecerdasan
interpersonal pada anak; mengembangkan dukungan kelompok, menetapkan aturan
tingkah laku, memberi kesempatan bertanggung jawab, bersama-sama menyelesaikan
konflik, melakukan kegiatan sosial, menghargai perbedaan pendapat, menumbuhkan
sikap ramah dan melatih kesabaran.
7.
Kecerdasan musikal
(Music Smart)
Kemampuan menangani bentuk-bentuk
musikal, dengan cara mendengarkan, membedakan, mengubah, mengekspresikan.
Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada irama, pola titi nada pada melodi, dan
warna nada atau warna suara suatu lagu. Mengembangkan kecerdasan musikal pada
anak dengan cara memberi kesempatan melihat kemampuan diri, membuat mereka
percaya diri, memberikan stimulus. Melakukan strategi irama, lagu, rap, dan
senandung; diskografi (mencari lagu,
lirik/potongan lagu), konsep musikal, musik yang membangun suasana hati.
8.
Kecerdasan
naturalis (Nature Smart)
Keahlian mengenali dan mengkatagorikan spesies di
lingkungan sekitar, kepekaan terhadap fenomena alam. Strategi pembelajaran
naturalis adalah jalan-jalan di alam terbuka, tanaman sebagai dekorasi,
mengamati perilaku hewan, menceritakan
keteladanan para peneliti alam dan ahli binatang.
Pendidikan anak usia dini memiliki peran penting dalam
membentuk karakter anak yang bermoral/berakhlak mulia, kreatif, inovatif dan
kompetitif. Pendidikan anak usia dini bukan sekedar meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan yang terkait dengan bidang keilmuan tetapi lebih dalam adalah
mempersiapkan anak agar kelak mampu menguasai berbagai tantangan di masa depan.
Meskipun demikian pendidikan anak usia dini bukan hanya proses mengisi otak
dengan berbagai informasi sebanyak-banyaknya, melainkan juga proses
menumbuhkan, memupuk, mendorong dan menyediakan lingkungan yang memungkinkan
anak mendorong dan menyediakan lingkungan yang memungkinkan anak mengembangkan
potensi yang dimiliki secara optimal.
Pendidikan yang
diberikan kepada anak usia dini adalah untuk memenuhi aspek-aspek dalam
perkembangan anak. Dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini harus
didasarkan pada prinsip-prinsip (Laboratorium Pendidikan Luar Sekolah, 2009:21)
sebagai berikut.
a. Berorientasi
pada kebutuhan anak
b. Kegiatan
belajar dilakukan melalui bermain
c. Kreatif
dan inovatif
d. Menyediakan
lingkungan yang mendukung proses belajar
e. Mengembangkan
kecakapan hidup anak
f. Menggunakan
berbagai dan media belajar yang ada di lingkungan sekitar
g. Dilaksanakan
secara bertahap dan berulang-ulang
h. Rangsangan
pendidikan bersifat menyeluruh yang
mencakup seluruh aspek perkembangan
Dari
berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Anak Usia dini
merupakan suatu usaha pemberian layanan pada anak usia 0 sampai 6 tahun pada
bidang pendidikan, kesehatan dan gizi guna memfasilitasi kebutuhan anak secara
maksimal untuk mengembangkan berbagai kecerdasan anak dengan strategi, metode
dan permainan yang menggugah minat anak dengan cara yang menyenangkan.
Bermain
berkontribusi terhadap perkembangan sejumlah fungsi mental yang tinggi. Bermain
dapat mengembangkan kemampuan nalar, imajinasi, kreativitas, bahasa, dan
perkembangan perilaku sosial. Seperti yang diungkapkan oleh Vygotsky
(Laboratorium, 2009: 53), Bermain membantu anak untuk memisahkan makna dari
objek-objeknya. Dalam bermain imajinatif, anak dapat memasuki suatu dunia
fantasi dan melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukan di dunia nyata. Suasana bermain dapat menghasilkan ingatan
yang lebih baik bagi anak daripada sekedar dalam tugas menamai atau menyentuh
objek. Ketika bermain anak akan berinteraksi dengan orang lain, sangat memfasilitasi
perkembangan bahasa anak dalam bermain anak melatih pengendalian diri yang
merupakan suatu persyaratan untuk dapat berperilaku sosial yang positif.
Sedangkan menurut Tedjasaputra (2003: 39-43),
manfaat bermain dapat diuraikan sebagai berikut,
(1)
Manfaat bermain untuk perkembangan fisik, membuat tubuh anak menjadi sehat; (2)
manfaat bermain untuk perkembangan aspek sosial, anak belajar berbagi mainan,
kerja sama, empati; (3) manfaat bermain untuk perkembangan aspek emosi,
menumbuhkan rasa percaya diri dan konsep diri yang positif; manfaat bermain
untuk perkembanganaspek kognisi, mengembangkan aktivitas berpikir anak melalui
bahasa, mengamati warna, bentuk, problem
solving dan sebagainya.
Sementara
Frang dan Theresa Caplan (Yuliani, 2008:7.6) mengemukakan enam belas nilai
bermain bagi anak yaitu,
1. bermain
membantu pertumbuhan anak;
2. bermain
merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela;
3. bermain memberi kebebasan anak untuk bertindak;
4. bermain
memberikan dunia khayal yang dapat dikuasai;
5. bermain
mempunyai unsur berpetualang di dalamnya;
6. bermain
meletakan dasar pengembangan bahasa;
7. bermain
mempunyai pengaruh yang unik dalam pembentukan hubungan antarpribadi;
8. bermain
memberi kesempatan untuk menguasai diri secara fisik;
9. bermain
memperluas minat dan pemusatan perhatian;
10. bermain
merupakan cara anak untuk menyelidiki sesuatu;
11. bermain
merupakan cara anak untuk mempelajari peran orang dewasa;
12. bermain
merupakan cara dinamis untuk belajar;
13. bermain
menjernihkan pertimbangan anak;
14. bermain
dapat distruktur secara akademis;
15. bermain
merupakan kekuatan hidup;
16. bermain
merupakan sesuatu yang esensial bagi kelestarian hidup manusia.
Melalui
bermain anak dapat mengembangkan keterampilan dalam berinteraksi dengan orang
lain, melatih kepekaan, melatih kerja sama, menalurkan emosi anak dan membantu
anak untuk mengenal lingkungan. Dengan bermain anak memperoleh pemahaman
tentang dunia. Bertindak produktif dengan anak–anak dan orang dewasa lain.
Meningkatkan kemampuan untuk berkonsentrasi, memperluas rasa ingin tahu,
membantu kemampuannya dalam memecahkan masalah dan mendorong spontanitas.
Bermain sebagai pusat
dalam pendidikan anak usia dini di Indonesia pada dasarnya telah memiliki
tempat tersendiri. Sebagaimana tercantum dalam kurikulum sebagai suatu
kebijakan bahwa bermain merupakan cara yang paling baik untuk mengembangkan
kemampuan anak didik sebelum bersekolah.
Bermain merupakan jendela perkembangan anak. Melalui
bermain, aspek perkembangan anak bisa ditumbuhkan secara optimal. Membiarkan
anak-anak prasekolah bermain telah terbukti mampu meningkatkan perkembangan
mental dan kecerdasan anak, bahkan jika anak tersebut mengalami malnutrisi
sekali pun (Zaman & Helmi, 2009: 7). Sedangkan menurut Piaget (Widarmi,
2008: 1.31), “Bermain adalah suatu kegiatan yang berulang-ulang dan menimbulkan
kepuasan bagi diri seseorang”.
Bermain sering dikatakan sebagai suatu fenomena yang
paling alamiah dan luas serta memegang peran penting dalam proses perkembangan
anak. Ada 5 pengertian bermain menurut Yamin dan Sabri (2010:285) yaitu,
1.
Sesuatu
yang menyenangkan dan memiliki nilai positif bagi anak.
2.
Tidak
memiliki tujuan ekstrinsik, namun motivasinya lebih bersifat intrisik
3.
Bersifat
spontan dan sukarela.
4.
Melibatkan
peran serta aktif anak.
5.
Memiliki
hubungan sistematik yang khusus dengan sesuatu yang bukan bermain seperti
misalnya: kemampuan kreatifitas, kemampuan memecahkan masalah, belajar bahasa,
perkembangan sosial, disiplin, mengendalikan emosi dan sebagainya.
Untuk lebih memahami tentang bermain, berikut ini
dikemukakan beberapa pendapat mengenai
Teori Bermain (Laboratorium, 2009: 56-59),
1.
Teori
surflus energi yang dikemukakan oleh
Friedrich Schiller dan Herbert Spencer bahwa kegiatan bermain seperti berlari,
melompat, berguling yang menjadi ciri khas kegiatan anak kecil, dan bermain
terjadi akibat energi yang berlebihan.
2.
Teori
rekreasi yang dikemukakan oleh Moriz
Lazarus, bermain merupakan cara yang ideal untuk pemulihan tenaga
3.
Teori
rekapitulasi yang dikemukakan olehStanley Hall,
perkembangan seseorang akan mengulangi perkembangan ras tertentu
sehingga pengalaman-pengalaman nenek moyangnya akan terlihat di dalam kegiatan
bermain pada anak.
4.
Teori
praktis yang dikemukakan oleh Groos bahwa bermain berfungsi untuk memperkuat
insting yang dibutuhkan guna kelangsungan hidup di masa mendatang.
5.
Teori
Psikoanalitik, Sigmund Freud memandang bahwa bermain sama seperti fantasi atau
lamunan. Bermain memegang peran penting dalam perkembangan emosi anak.
6.
Teori
Kognitif Jean Piaget, bermain adalah keadaan tidak seimbang dimana asimilasi
lebih dominan daripada akomodasi.
7.
Teori
Kognitif Lev Vygotsky, bermain mempunyai peran langsung terhadap perkembangan
kognisi seorang anak.
8.
Teori
Kognitif Jerome Bruner, bermain sebagai sarana untuk mengembangkan kreativitas
dan fleksibilias.
9.
Teori
Kognitif Sutton Smith, mempercayai bahwa transformasi simbolik yang muncul
dalam kegiatan bermain khayal, memudahkan transformasi simbolik kognisi anak
sehingga dapat meningkatkan fleksibilitas mental mereka.
10. Teori Singer,
singer menganggap bermain sebagai kekuatan positif untuk perkembangan manusia
11. Arousal Modulation Theory, dikembangkan
oleh Berlyne dan dimodifikasi oleh Ellis. Bermain disebabkan adanya kebutuhan
atau dorongan agar sistim saraf pusat tetap berada dalam keadaan terjaga.
12. Teori Bateson,
bermain bersifat paradoksial karena tindakan yang dilakukan anak saat bermain
tidak sama artinya dengan apa yang mereka maksudkan dalam kehidupan nyata.
Bermain merupakan tahap
awal dari proses belajar pada anak yang dialami hampir semua orang. Melalui
kegiatan bermain yang menyenangkan, anak berusaha untuk menyelidiki dan
mendapatkan pengalaman yang banyak. Bermain dikatakan kegiatan yang inklusif
dan inheren, yaitu motivasi untuk bermain muncul dari dalam diri anak dan tidak
perlu diajarkan lagi, karena sejak bayi memang ada kebutuhan bermain (Widarmi,
2008: 8.5).
Menurut
para pakar Psikologi, permainan merupakan sebuah metode yang baik digunakan
untuk belajar. Melalui permainan anak memperoleh berbagai pengetahuan dengan
cara yang menyenangkan, santai, tidak terpaksa dalam mengikuti pembelajaran,
sehingga anak dapat belajar dengan lebih baik dan sungguh-sungguh. Mutiah
(2010: 137) berpendapat bahwa, “permainan adalah suatu bentuk penyesuaian diri
manusia yang sangat berguna dan menolong anak dalam menguasai kecemasan dan
konflik”.
Santrock
(Laboratorium, 2009: 63) menjelaskan bahwa permainan adalah suatu kegiatan yang
menyenangkan yang dilakukan untuk kegiatan itu sendiri. Permainan merupakan suatu
aktivitas bermain yang di dalamnya telah memiliki aturan yang jelas dan
disepakati bersama.
Permainan
dapat melatih keterampilan, kecerdasan, memperkenalkan aturan, melatih disiplin
diri, serta membuka minat dan peluang bagi anak untuk memasuki dewasa.
Permainan menuntut perilaku yang lebih terarah pada tujuan dan membawa suatu
rasa keseriusan yang lebih besar dibandingkan bermain.
Sedangkan
menurut Hetherington & Parke (Desmita, 2007:141), permainan adalah salah
satu bentuk aktifitas sosial yang dominan pada awal masa anak-anak. Permainan
bagi anak adalah suatu bentuk aktivitas
yang menyenangkan, dilakukan semata-mata untuk aktivitas itu sendiri,
bukan karena ingin memperoleh sesuatu.
Dari beberapa pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan suatu kegiatan yang
menyenangkan dan dilakukan oleh hampir setiap anak untuk memperoleh berbagai
informasi dari lingkungan sebagai bentuk pembelajaran untuk berimajinasi,
berekplorasi dan meningkatkan perkembangan kognisinya. Sedangkan permainan
adalah suatu aktivias bermain yang dilakukan secara kelompok atau individu
untuk penyesuaian diri dengan lingkungan, lebih terfokus pada tujuan dan di
dalamnya terdapat peraturan-peraturan yang harus dipatuhi.
Add caption |